Parman

Guru Fisika SMA Negeri 12 Bandung Jl Sekejati IV No. 36 Kiaracondong Bandung 40286 Email : Suparman_fisika@yahoo.co.id

Saturday, November 12, 2005

Diskriminasi Nasib Guru

Diambil Media Indonesia(13-11-2005)
SUDAH lama menjadi keluhan bahwa bangsa ini tidak menghargai guru. Profesi yang bertanggung jawab mendidik anak bangsa ini dibiarkan bergaji rendah, kesejahteraannya buruk, dan cukup diberi gelar pahlawan tanpa tanda jasa.
Pemerintah rupanya ingin mengakhiri semua yang buruk itu. Maka, dibuatlah Rancangan Undang-Undang tentang Guru dan Dosen, yang naskahnya sedang dibahas di DPR. Targetnya pada 25 November 2005 RUU itu disahkan menjadi undang-undang.
Mengapa terburu-buru? Jawabnya, karena dalam Pasal 22 RUU itu, 25 November ditetapkan sebagai Hari Guru Nasional. Jadi, ada momentum seremonial untuk membuatnya agak "keramat".
Dan untuk mengejar 25 November itu, sangat dikhawatirkan, kritik masyarakat atas isi RUU itu tidak digubris sama sekali. Kritik yang terpokok ialah RUU ini dengan sengaja membuat diskriminasi. Guru dan dosen negeri merupakan warga negara kelas satu, sedangkan guru dan dosen swasta adalah warga negara kelas kambing.
Misalnya, pemerintah wajib mengalokasikan gaji guru dan dosen negeri dalam APBN (Pasal 14 ayat 1). Sedangkan besaran gaji guru dan dosen swasta dibiarkan mengambang dengan bahasa yang sangat longgar tanpa kewajiban, yaitu sedapat mungkin mengacu ke gaji pokok dan tunjangan profesi guru dan dosen negeri (Pasal 13 ayat 1). Artinya jika tidak dipenuhi, tidak soal, alias tidak melanggar undang-undang.
RUU ini pada dasarnya memang tidak melindungi dan tidak mengangkat martabat guru dan dosen swasta. Napas RUU ini adalah menyamakan guru dan dosen swasta seperti buruh kontrak umumnya, yaitu berdasarkan perjanjian kerja. Jaminan sosialnya juga sesuai jaminan sosial tenaga kerja umumnya. Jadi, tak ada kelebihan guru dan dosen swasta sekalipun RUU ini membahasakan guru dan dosen sebagai profesi.
Undang-undang dibuat untuk terciptanya keadilan. Karena itu, mestinya tidak ada secuil pun pikiran untuk membuat undang-undang yang diskriminatif. Tapi, itulah yang terjadi dengan RUU Guru dan Dosen, yang lebih melindungi guru sebagai pegawai negeri dan bukan guru sebagai profesi. Karena itu, judul RUU ini mestinya ditambah dengan predikat khusus, menjadi RUU tentang Guru dan Dosen Pegawai Negeri.
Yang juga menyedihkan ialah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) setuju saja dengan RUU ini dan berkeinginan kuat agar 25 November ini disahkan. Dengan gampangnya, PGRI berpendapat soal nasib guru dan dosen swasta itu kelak bisa diatur dalam peraturan pemerintah.
Jawaban yang jelas membuat nasib guru dan dosen swasta dipinggirkan. Kelasnya dibuat lebih rendah, cukup diatur dengan peraturan pemerintah. Maka, jika jadi disahkan, inilah undang-undang yang akan membuat marah guru dan dosen swasta

2 Comments:

At 1:40 AM, Blogger raja iblis said...

yupi ... anda benar !
seharusnya memang UU tersebut menyandang predikat khusus yaitu UU Guru dan Dosen PNS ...
kalo memang mo jujur ... semua kita yg terlibat dengan urusan pendidikan harus punya komitmen ... untuk membuat bangsa ini cerdas ...
kalo 'OTAK" guru dan dosen masih terfokus pada urusan perut ... maaf ... jangan harap dunia pendidikan di indonesia bisa maju.
maka wajar bila saat ini ... indonesia paling pandai mencetak sdm yg bermental korupsi, sebab pendidikan untuk itu sudah dimulai sejak bayi itu lahir hingga mampus ...

 
At 7:08 AM, Blogger Unknown said...

inilah bangsa dmna guru honor dipandang seblah mata dan dijadikan kmoditas politik bagi para pejabat korup di negara ini..y mdhan bangsa ini bisa lebih menghargai jiwa jiwa pendidik yang tulus yang mencerdaskan anak bangsa dengan ikhlas..berjuanglah dengan ikhlas dan hati yang besar para guru swasta/honorer kepda anak didik dan selalu mengharap ridho tuhan bukan mengharap imbalan manusia atau pujian manusia berjuanglah walau pemimpin bangsa ini kadang senang mengobral janji muluk tentang kesejahteraan para guru, swasta khususnya..

 

Post a Comment

<< Home